:: dengan memahami sejarah kita dapat bertindak lebih bijak :: :: AJINING DIRI ANA ING KEDALING LATHI, AJINING RAGA ANA ING TATA BUSANA ::

Selasa, 15 November 2011

Karangan Narasi


Karangan narasi adalah karangan yang menyajikan serangkaian peristiwa yang berusaha menyampaikan serangkaian kejadian menurut urutan terjadinya atau kronologis agar pembaca dapat memetik hikmah dari cerita itu. Sebuah karangan narasi dikembangkan dengan memperhatikan prinsip dasar narasi yaitu alur (plot), penokohan, latar, titik pandang, pemilihan detil peristiwa (Dr. Suparno dan M Yusuf).
Narasi adalah tipe cerita rekaan yang gaya ungkapannya menceritakan atau menuturkan. Tipe narasi biasanya memberikan kesan gerak yang lancar kepada pembaca. Peristiwa demi peristiwa terasa bergerak dari awal hingga akhir. Dengan demikian pembaca akan mendapat gambaran yang jelas, seolah-olah dia sendiri melihat obyek yang dituturkan oleh penulis.
Dalam menciptakan karangan berbentuk narasi diperlukan pengelolaan yang tepat dan pemilihan kata yang lebih jitu. Topik yang akan dijadikan suatu narasi harus mengandung konflik atau pertentangan antara manusia atau keinginan manusia dengan gagasan penulis. Konflik ini dapat pula terjadi antara keinginan seseorang dengan kenyataan atau tuntutan keadaan dari lingkungannya.
Tujuan menulis karangan narasi ada 2 yaitu  (Suparno dan M Yusuf : 4.32) :
  1. Memberi informasi atau wawasan dan memperluas pengetahuan pembaca.
  2. Memberi pengalaman estetis kepada pembaca.
Langkah-langkah menyusun karangan narasi menurut Suparno dan M Yusuf  (1995 : 379) adalah sebagai berikut :
  1. Menentukan tujuan yang akan dicapai penulis.
  2. Menetapkan tema dan amanat yang akan disampaikan.
  3. Menetapkan sasaran pembaca.
  4. Merancang  peristiwa utama yang akan ditampilkan dalam bentuk skema alur.
  5.  Membagi peristiwa utama ke dalam bagian awal, tengah atau akhir.
  6. Merinci peristiwa utama ke dalam pokok-pokok pikiran yang penting dan menarik  pembaca ke dalam cerita.
Menurut Graves (1978) seseorang enggan menulis karena tidak tahu untuk apa dia menulis, merasa tidak berbakat, dan merasa tidak tahu bagaimana menulis. Ketidaksukaan tidak lepas dari pengaruh lingkungan keluarga dan masyarakat serta pengalaman pembelajaran menulis atau mengarang di sekolah yang kurang merangsang dan memotivasi minat siswa. Smith (1981)  mengatakan bahwa pengalaman belajar menulis yang dialami siswa di sekolah tidak lepas dari kondisi guru sendiri.
Pengajaran Bahasa Indonesia di Sekolah Dasar bertujuan untuk mendidik para siswa agar memiliki keterampilan berbahasa Indonesia yang baik dan benar.
Dorongan anak untuk menulis (mengarang)  masih sangat rendah, hal itu dipengaruhi oleh lingkungan keluarga.teman sebaya,masyarakat,dan guru.
Kalau kita akui secara jujur masih sedikit sekali masyarakat kita yang biasa mengisi waktu senggang untuk menulis.Pada masyarakat kita masih ada anggapan bahwa menulis pekerjaan guru,pengarang atau pegawai.
Dalam hal ini guru berkewajiban untuk menciptakan suatu kondisi di sekolah terutama di dalam kelas yang memungkinkan anak mengembangkan minat menulis.
Beberapa hal yang menjadi pedoman untuk menciptakan kondisi tersebut yaitu :
  1. Guru harus mengembangkan fungsi fisik anak sehingga mampu memegang alat tulis dengan baik dan menggerakkan tangan untuk menulis.
  2. Guru harus mampu menyadarkan para siswa  bahwa untuk bisa menulis memerlukan ketekunan menulis secara terus menerus.
  3. Untuk menjadi orang yang bisa menulis (mengarang ) tidak ada lembaga yang khusus mencetak pengarang tetapi muncul dari orang yang rajin menulis dan menulis setiap hari
  4. Guru berpedoman pada pendapat W. Somerset Maugham (174-1965) untuk mengembangkan keterampilan menulis diperlukan :
  • Berlatih terus menerus,menangkap,berpikir dan menulis. à drill
  • Rajin mengisi buku harian dengan penuh tulisan à tugas
  • Merantau jauh (keluar ) untuk melihat objek luas untuk dijadikan    bahan tulisan. à karya wisata
  • Rajin membaca terutama buku-buku sastra dengan penuh tulisan
  • Membiasakan diri setiap hari menuliskan sesuatu sehingga tumbuh   keinginan dan kekurangan dalam hidup kalau belum menulis (Aoh Hadimadja : 1971: 1).

Artikel yang kemungkinan terkait:

0 komentar:

Posting Komentar