Meningkatkan Minat dan Motivasi Belajar Siswa pada Pembelajaran Matematika melalui Penanaman Konsep dan Frekwensi Latihan
Minat adalah perasaan tertarik dan keterkaitan pada sesuatu hal atau
aktifitas tanpa ada yang menyuruh. Minat pada dasrnya adalah penerimaan suatu
hubungan antara diri sendiri dengan sesuatu di luar diri. Makin kuat atau dekat
hubungan tersebut makin kuat dan makin besar minatnya (Tim Pengembang MKDK
Semarang, 1989 : 156)
Antara minat dan perhatian terdapat perbedaan mendasar, namun saling
melengkapi. Minat lebih bersifat tetap, sedangkan perhatian bersifat temporer
(sementara). Antara minat perhatian terdapat hubungan saling mempengaruhi
secara timbale balik. Artinya perhatian yang diperkuat secara terus menerus
dapat menjadi minat. Hal yang diminati seseorang pasti menarik perhatiannya
(Depdikbud, 1994 : 2).
Motivasi berasal dari kata motiv yaitu segala sesuatu yang mendorong
seseorang untuk bertindak melakukan sesuatu (Ngalim Purwanto, 1997 : 60). Motiv
merupakan suatu pernyataan yang kompleks di dalam suatu organisme yang
mengarahkan tingkah laku atau perbuatan ke suatu tujuan atau perangsang.
Pengertian motiv dan motivasi sukar dibedakan secarategas, sehingga
orang sering menggunakannya secara bergantian. Motiv lebih menunjuk padapada
suatu dorongan yang timbul dalam diri seseorang yang menyebabkan orang tersebut
mau bertindak melakukan sesuatu. Sedangkan motivasi adalah suatu usaha yang
disadari untuk mempengaruhi tingkah laku seseorang agar ia tergerak hatinya
untuk bertindak melakukan sesuatu sehingga mencapai hasil atau tujuan tertentu.
Antara minat dan motivasi terdapat hubungan yang erat. Jika seseorang
memiliki motivasi terhadap sesuatu maka akan timbul minatnya terhadap sesuatu
tersebut. Maka selanjutnya peneliti menggunakan (memakai) minat dan motivasi
secara bersamaan.
Minat dan motivasi belajar siswa dapat ditingkatkan melalui kegiatan
pembelajaran yang menarik dan menyenangkan. Diantaranya melalui penanaman
konsep materi pembelajaran yang tepat, memberi peluang/kesempatan siswa
terlibat secara aktif dan kretif dalam kegiatan pembelajaran, dan latihan yang
dilakukan secara berulang-ulang.
Prestasi adalah hasil (kemampuan) yang diperoleh seseorang atas
sesuatu. Ruang lingkup prestasi meliputi aspek pengetahuan, sikap, dan
psikomotor. Prestasi tersebut dapat dilihat setelah dilakukan pengujian
(penilaian) terhadap suatu kemampuan.
Belajar adalah sustu bentuk perubahan dalam diri seseorang yang
dinyatakan dalam cara-cara bertingkah laku yang baru berkat pengalaman dan
latihan. Tingkah laku yang baru itu misalnya tingkah laku yang tidak tahu
menjadi tahu, timbulnya pengertian baru, perubahan dalam sikap,
kebiasaan-kebiasaan, keterampilan, kesanggupan menghargai, serta pertumbuhan
jasmani (Ngalim Purwanto, 1997 : 85)
Prestasi belajar merupakan hasil (kemampuan) seseorang (yang diperoleh)
sebagai hasil dari belajar yang dipengaruhi oleh berbagai factor. Faktor yang
mempengaruhi proses dan hasil belajar dapat digambarkan dengan skema berikut
ini :
Prestasi belajar siswa dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu faktor
dari luar dan dari dalam diri siswa. Faktor dari dalam diri siswa diantaranya
adalah faktor psikologis. Ketika siswa memiliki minat dan motivasi yang cukup
tinggi akan mempengaruhi proses pengajaran dan pembelajaran. Pengaruh itu
menyebabkan prestasi belajar yang diraih siswa akan memuaskan.
Dalam pembelajaran matematika perlu diterapkan konsep-konsep yang tepat
untuk memberikan respon positif terhadap materi. Menurut Dahar (Hera Lestari
Mikarsa, 2007 : 6.11) konsep-konsep itu menyediakan skema-skema terorganisir
untuk mengasimilasikan stimulus-stimulus baru, dan untuk menentukan hubungan
didalam dan antara kategori-kategori.
Jika dipahami secara mendalam konsep-konsep yang ada didalam struktur
kognitif, individu merupakan hasil yang diperoleh, dan dijadikan dasar oleh
seseorang dalam memecahkan masalah. Dalam hal ini bagaimana siswa menafsirkan
atau menerjemahkan soal menggunakan faktorisasi prima untuk menentukan FPB dan
KPK sampai 3 bilangan. Flavell (Hera Lestari Mikarsa, 2007 : 6.11) mengemukakan
tujuh dimensi konsep yaitu : (1) atribut, (2) struktur, (3) keabstrakan, (4)
keinklusifan, (5) generalisasi, (6) ketetapan, (7) kekuatan atau power.
Menurut pendapat Ausabel (Hera Lestari Mikarsa, 2007 : 6.12) individu
memperoleh konsep-konsep melalui dua cara yaitu melalui formasi konsep dan
asimilasi konsep. Formasi konsep diperoleh individu sebelum ia masuk sekolah.
Karena proses perkembangan konsep-konsep semasa kecil termodifikasi oleh
pengalaman-pengalaman sepanjang perkembangan individu. Sedangkan asimilasi
konsep terjadi setelah anak bersekolah. Asimilasi konsep secara deduktif, anak
biasanya diberi atribut sehingga mereka belajar konseptual misalnya kumpulan binatang
berkaki dua, anak akan berpikir ayam, bebek, burung dan lain-lainnya.
Klausmeier (Hera Lestari Mikarsa, 2007 : 6.12), mengemukakan empat
tngkatan pencapaian konsep yaitu :
a.
Tingkat Kongkrit
Ditandai adanya pengenalan anak terhadap suatu benda yang pernah ia
kenal.
b.
Tingkat Identitas
Seseorang telah mencapai tingkat ini yaitu jika ia mengenal sesuatu
obyek setelah selang waktu tertentu.
c. Tingkat Klasifikatori
Pada tingkatan ini anak sudah mampu mengenal persamaan dari suatu
contoh yang berbeda dari kelas yang sama.
d.
Tingkat Formal
Anak sudah mampu membatasi suatu konsep dengan konsep yang lain.
Pembelajaran matematika memerlukan daya nalar yang baik untuk memahami
suatu konsep yang diajarkan guru, namun anak memiliki keterbatasan. Seperti apa
yang dikatakan Gibson dan Miteher (Hera Lestari Mikarsa, 2007 : 12.21) bahwa
anak memiliki daya nalar yang belum sepenuhnya berkembang, memiliki daya
konsentrasi yang masih terbatas pada jangka pendek, mudah memiliki sikap dan
minat terhadap sesuatu.
Daya nalar yang baik berimplikasi pada daya serap memahami konsep dan
pengajaran yang menekankan keterampilan menyelesaikan soal dan memecahkan
masalah yang memerlukan kecerdasan . Hal ini diperkuat oleh pendapat Gatner (Hera
Lestari Mikarsa, 2007 : 7.26) bahwa kecerdasan matematika logika adalah
kapasitas menggunakan angka secara efektif.
Pengajaran hendaknya memberi kesempatan kepada anak untuk melakukan
aktivitas dan bekerja sendiri. Asas bekerja sendiri ditujukan untuk membimbing
anak ke arah berdiri sendiri atas tanggung jawab sendiri (Depdikbud, 1993 : 8)
Ini berarti, anak dibina untuk percaya kepada diri sendiri, mampu mengatasi
kesulitan-kesulitan dengan kemampuan sendiri, penuh inisiatif, kreatif dan
berpikir kritis serta tanggung jawab.
Keaktifan dibagi atas rohani dan jasmani. Keaktifan rohani anak dapat
dimunculkan dengan cara anak dibiasakan mencari, mencoba dan mendapatkan
sendiri. Pancaindra, ingatan, fantasi, kecerdasan, perasaan, kemauan, harus
selalu dilatihkan. Sedangkan keaktifan jasmani dapat dilatih dengan membiasakan
anak mengukur sendiri, menggambar, memahat, memelihara sendiri, dan bergerak
sesuai pendidikan jasmani.
Tugas yang diberikan sedikit menantang berdampak memacu respon yang
berkualitas tinggi. Guthrie (Ngalim Purwanto, 1997 : 92) mengemukakan bahwa
tingkah laku manusia itu secara keseluruhan dapat dipandang sebagai
deretan-deretan tingkah laku yang terdiri dari unit-unit. Unit-unit tingkah
laku ini merupakan reaksi atau respon sebelumnya, dan kemudian menimbulkan
respon bagi unit tingkah laku yang berikutnya. Ulangan atau latihan yang berkali-kali memperkuat asosiasi yang
terdapat antara unit tingkah laku yang satu dengan tingkah laku yang
berikutnya. Peningkatan frekwensi latihan dapat meningkatkan kemampuan dan
keterampilan seseorang terhadap bidang latihan.
Menurut Kolb.1984 (Suciati, dkk, 2007 : 4.4) mengatakan bahwa
pengetahuan diperoleh secara terus menerus dan diuji melalui pengalaman peserta
didik. Dengan kata lain, belajar merupakan suatu proses yang berkesinambungan
dan membawa implikasi yang berkesinambungan pula. Secara sederhana dapat
dikemukakan bahwa semua proses belajar adalah belajar kembali.
Dengan mempertimbangkan dan merujuk pada beberapa pendapat di atas,
disusunlah hipotesis tindakan sebagai berikut :
1)
Penanaman konsep yang tepat sesuai dengan
karkteristik dan perkembangan kognitif siswa SD akan dapat meningkatkan minat
dan motivasi belajar siswa.
2) Pemberian kesempatan kepada siswa untuk bersama
menyusun soal latihan akan mendorong rasa ingin tahu siswa dan dapat meningkatkan
minat dan motivasi belajar siswa untuk memahami materi pembelajaran.
3) Pemberian soal latihan secara berulang-ulang
dapat meningkatkan ketrampilan siswa dalam mengerjakan soal.
4) Peningkatan minat dan motivasi belajar siswa
dapat dilihat dari peningkatan hasil belajar siswa.
0 komentar:
Posting Komentar